KEHEBATAN KITAB SAFINATUN NAJA
BIOGRAFI PENULIS
Penulis kitab safinah adalah seorang ulama besar yang sangat
terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami.
Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain
itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar,
seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliav juga seorang
politikus dan pengamat militer negaranegara Islam. Beliau dilahirkan di desa
Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai
pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keagamaan.
Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim memulai
pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah pengawasan ayahandanya yang
juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam
waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang
Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih hasil yang baik dan prestasi yang
tinggi. Beliau juga mempelajari bidang-bidang lainnya seperti halnya ilmu
bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik
militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang
sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman. Tercatat di
antara nama-nama gurunya adalah:
- Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair
- Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan
Setelah mendalami berbagai ilmu agama, di hadapan para ulama dan
para gurunya yang terkemuka, beliau memulai langkah dakwahnya dengan berprofesi
sebagai Syekh Al Qur'an. Di desanya, pagi dan sore, tak henti-hentinya beliau
mengajar para santrinya dan karena keikhlasan serta kesabarannya, maka beliau
berhasil mencetak para ulama ahli Al-Qur'an di zamannya. Beberapa tahun
berikutnya para santri semakin bertambah banyak, mereka berdatangan dari luar
kota dan daerah-daerah yang jauh sehingga beliau merasa perlu untuk menambah
bidang-bidang ilmu yang hendak diajarkannya seperti: ilmu bahasa arab, ilmu
fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam.
Syekh Salim telah berhasil mencetak para ulama yang terkemuka di zamannya,
tercatat di antara mereka adalah:
- Habib Abdullah bin Toha Al-Haddar Al-Haddad.
- Syekh Al Faqih Ali bin Umar Baghuzah.
Selain sebagai seorang pendidik yang hebat, Syekh Salim juga
seorang pengamat politik Islam yang sangat disegani, beliau banyak memiliki
gagasan dan sumbangan pemikiran yang menjembatani persatuan umat Islam dan
membangkitkan mereka dari ketertinggalan. Di samping itu beliau juga banyak
memberikan dorongan kepada umat Islam agar melawan para penjajah yang ingin
merebut daerah-daerah Islam.
Pada suatu ketika Syekh Salim diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang
terletak di daerah Yaman agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat
itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut.
Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian
mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan. Dalam masa
pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh
dengan cara-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan mereka,
bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif
kepada mereka.
Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim diangkat menjadi penasehat
khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh
dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada
tahun-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan
cenderung meremehkan dan menghina, kondisi tersebut semakin memburuk karena
tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya
hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian
tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim
memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi yang kurang kondusif
akhirnya beliau meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India.
Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu
berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau
Jakarta.
Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi
perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar
secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk
menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim
mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari
beliau menghadiri majlismajlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan
posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat
tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya.
Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi
budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada
para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat
pemerintah Belanda. Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab
kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar
yang menarik terhadap tokoh kita ini.
Dalam beberapa alenia dia menceritakan perbedaan pandangan dan
pendirian yang terjadi antara dua orang ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin
Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah menjadi perdebatan di kalangan
umum. Pada saat itu, tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian
Sayyid Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda. Sayyid
Usman bin Yah_ya sendiri pada waktu itu, sebagai Mufti Batavia yang diangkat
dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha menjernbatani jurang
pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah Belanda, sehingga beliau
merasa perlu untuk mengambil hati para pejabatnya.
Oleh karena itu, beliau memberikan fatwa-fatwa hukum yang
seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian
menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang
beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Entah
bagaimana penyelesaian yang terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut
cukup kuat untuk menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh
Salim bin Sumair yang sangat anti dengan pemerintahan yang dholim, apalagi
para penjajah dari kaum kuffar.
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai
kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak berdzikir
kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al Qur'an.
Salah satu temannya yaitu Syekh Ahmad Al-Hadhrawi dari Mekkah mengatakan:
"Aku pernah melihat dan mendengar Syekh Salim menghatamkan Al Qur'an hanya
dalam keadaan Thawaf di Ka'bah". Syekh Salim meninggal dunia di Batavia
pada tahun 1271 H (1855 M).
Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya Kitab
Safinah yaitu kitab yang sudah kita terjemahkan ini. Al-Fawaid AI-Jaliyyah.
Sebuah kitab yang mengecam sistem perbankan konfensional dalam kaca mata
syari'at
Sekilas Tentang Kitab Safinah
Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima
Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari
kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya
akan tetapi sangatlah besar manfaatnya. Di setiap kampung, kota dan negara
hampir semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkannya, baik secara
individu maupun kolektif. Di berbagai negara, kitab ini dapat diperoleh dengan
mudah di berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri maupun para ulama
sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama.Hal ini terjadi karena
beberapa faktor, di antaranya:
- Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasardasar syari'at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.
- Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki kemauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.
- Kitab ini ditulis oleh seorang ulama yang terkemuka dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, terutama fiqh dan tasawwuf. Yang sangat menarik, orang lebih mengenal nama kitabnya dari pada nama penulisnya. Hal yang demikian itu mungkin saja berkat keikhlasan dan ketulusan penulis.
- Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar agama bagi para pemula. Di Hadramaut Yaman, Madinah, Mekkah dan kota lainnya,para ulama me
- Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi kebutuhan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu untuk mempelajarinya.
- Kitab Safinah ini dengan izin Allah SWT. dan atas kehendak-Nya telah tersebar secara luas di kalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut Madzhab Imam Syafi'i ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab maupun Ajam seperti Yaman, Mekkah, Madinah, Jeddah, Somalia, Ethiopia, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai belahan negara-negara Afrika.Namun demikian perhatian yang paling besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu, yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara lainnya.
- Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan lainnya.
Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah
berkhidmah (mengabdi) kepada kitab Safinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian
mereka masing-masing. Banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku penjelasan)
kitab Safinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah:
- Kitab Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan dengan syarah kitab safinah). Kitab syarah ini adalah yang terbesar dan terluas dari yang lainnya, dipenuhi dengan masalah-masalah fiqih yang pokok dan mendasar. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama dari Jawa Barat yaitu Syekh Nawawi Banten. Beliau dilahirkan pada tahun 1230 H (1815M) dan berangkat ke Mekkah untuk mencari ilmu ketika masih kecil. Setelah mendalami ilmu agama, di kota suci Mekkah, beliau juga belajar dari para ulama di kota suci Madinah, Syiria, dan Mesir. Beliau mengajar di Masjidil Haram Mekkah selama puluhan tahun sampai meninggal dunia pada tahun 1314 H (1897 M)
- Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah (Permata yang mahal dalam keterangan safinah). Kitab ini sangat penting untuk dimiliki oleh para pecinta ilmu, karena dilengkapi dengan dalil-dalil yang bersumber dari AlQur'an dan Hadis Nabsaw. Kitab ini ditulis oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Al-Hadrawi, seorang ulama dari Mekkah. Kitab ini ditulis pada awalnya di kota Musowwi' Ethiopia, atas petunjuk gurunya yaitu Syekh Muhammad Asy-Syadzili Maroko dan diselesaikan di kota Thaif. Penulis syarah ini dilahirkan di Iskandariah Mesir pada tahun 1252 H (1837 M) dan meninggal dunia di Mekkah pada tahun 1327 H (1909 M).
- Kitab Nailur Raja Syarah Safinah Naja (Meraih harapan dengan syarah safinah), Syarah ini sangat dipenuhi dengan ilmu, hampir menjadi kebutuhan setiap pengajar yang akan menerangkan kitab Safinah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar dari Hadramaut Yaman, yaitu Sayyid Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syatiri. Beliali dilahirkan di kota Tarim Hadramaut pada tahun 1312 H (1895 M), dan di sana pula beliau mempelajari ilmu agama sehingga tumbuh berkembang menjadi ulama yang terkemuka. Beliau sangat dicintai gurunya yaitu Syaikhul Islam, Sayyid Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, ulama besar di zamannya. Penulis syarah in' meninggal dunia pada usia yang masih muda, yaitu sebelum beliau berumur 50 tahun.
- Kitab Nasiimul Hayah Syarah Safinall Najah. Syarah ini hampir sama dengan syarah yang ditulis oleh Syekh Nawawi Banten, tetapi memiliki tambahan dengan banyaknya dalil dan perincian yang teliti. Kitab ini ditulis oleh Syekh Al-Faqih Al-Qodhi Abdullah bin Awad bin Mubarok Bukair, seorang ulama kenamaan yang ahli dalam bidang fiqih di Hadramaut Yaman. Beliau dilahirkan di desa Ghail Bawazir tahun 1314 H (1897 M). Sejak kecil beliau sangat gemar mendalami ilmu syari'at dari berbagai ulama di antaranya adalah Al-Imam Habib All bin Muhammad Al-Habsyi, Syekh Umar bin Mubarok Badubbah, Syekh Umar bin Salim Bawazir dan lain-lain. Setelah tersebar keilmuannya, beliau menjadi qodhi di Mukalla sejak tahun 1351 H (1933 M) sampai tahun 1386 H (1967 M). Syekh Abdullah meninggal dunia pada tahun 1399 H (1979 M) di kota Mukalla setelah memberikan pengabdiannya yang tulus kepada umat Islam
- Kitab Innarotut tDuja Bitanlwiril Hija Syarah Safinah Naja. Salah satu syarah yang sangat otentik dan terpercaya karena dipenLthi dengan argumentasi dari Al-Qur'an dan had's. Yang unik, syarah ini ditulis oleh salah satu ulama dari Madzhab Maliki yaitu Syekh Muhammad bin Ali bin Husein Al-Maliki, seorang ulama yang sangat ahli dalam berbagai ilmu agama, Beliau juga sangat terpandang dalam bidang ilmu bahasa dan sastra Arab. Beliau dilahirkan di Mekkah tahun 1287 H 0 870 M) dan meninggal dunia tahun 1368 H (1949 M). Puncak kemasyhurannya adalah ketika beliau diangkat sebagai Mufti Madzhab Maliki di kota suci Mekkah A1-Mukarromah. Tokoh kita ini juga sangat produktif, koleksi karyanya lebih dari 30 kitab, di antaranya adalah syarah safinah tersebut.
Dari kalangan para ulama ada pula yang tertarik menjadikan kitab
safinah ini dalam bentuk syair-syair yang digubah dengan mudah dan indah,
tercatat di antara nama-nama mereka adalah:
- Sayyid Habib Abdullah bin All bin Hasan AI-Haddad.
- Sayyid Habib Muhammad bin Ahmad bin Alawy Ba~agil.
- Kyai Syekh Shiddiq bin Abdullah, Lasem.
- Syekh Muharnrnad bin All Zakin Bahanan.
- Sayyid Habib Ahmad Masyhur bin Thoha Al-Haddad.
Dari tulisan di atas, kiranya kita telah mampu memahami betapa
penting kitab safinah ini, untuk menjadi pijakan bag] para pemula dalam
mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu safinah yang berarti
"perahu" dia akan menyelamatkan para pecintanya dari gelombang
kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT. Amin.
Dikutip Dari :TERJEMAHAN KITAB SYFINATUNNAJAH, Fiqh Ibadah Praktis
Dan Mudah Terjemahan Dan Penjelasan
Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan
Januari 9, 2008,
4:23 am
PENGHULU PARA ULAMA
Sayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang disandangnya. Sayid adalah
penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi sekarang, yang di dalamnya termasuk
Mekah dan Madinah. Dialah Syekh Muhammad Nawawi, yang lebih dikenal orang Mekah
sebagai Nawawi al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi seperti tercantum dalam
kitab-kitabnya.
Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan
sebutan al-Jawi mengindikasikan musalnya yang Jawah, sebutan untuk para
pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal. Kalangan
pesantren sekarang menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh al-Fakih itu
sebagai Nawawi Banten.
Muhammad Nawawi lahir pada 1230 H (1815 M) di Tanara, sekitar 25 km
arah utara Kota Serang. Ayahnya, Umar ibnu Arabi, adalah penghulu setempat. Ia
sendiri yang mengajar putra-putranya (Nawawi, Tamim, dan Ahmad) pengetahuan
dasar bahasa Arab, Fikih, dan Tafsir.
Kemudian mereka melanjutkan pelajaran ke Kiai Sahal, masih di
Banten, dan setelah itu mesantren ke Purwakarta, Jawa Barat, kepada Kiai Yusuf
yang banyak santrinya dari seluruh Jawa. Masih remaja ketika mereka menunaikan
ibadah haji, Nawawi baru berusia 15 tahun, dan tinggal selama tiga tahun di
mekah. Tapi, kehidupan intelektual Kota Suci itu rupanya mengiang-ngiang dalam
diri si sulung, sehingga tidak lama setelah tiba di Banten ia mohon
dikembalikan lagi ke Mekah. Dan di sanalah ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia
wafat pada 25 Syawwal 1314 H/1897 M. Kabar lain menyebutkan kembalinya ke Tanah
Suci, setelah setahun di Tanara meneruskan pengajaran ayahnya, disebabkan
situasi politik yang tidak menguntungkan. Agaknya keduanya benar.
Di Mekah, selama 30 tahun Nawawi belajar pada ulama-ulama terkenal
seperti Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan
Abdul Hamid Daghestani, selain pada Khatib Sambas, pemimpin tarekat Qadiriah,
penulis kitab Fathul Arifin, bacaan pengamal tarekat di Asia Tenggara.
Samba juga merupakan guru tokoh di balik pemberontakan petani Banten (1888), KH
Abdul Karim alias Kiai Agung, yang menjelang ajal sang guru dipanggil kembali
ke Mekah untuk menggantikan kedudukannya.
Dalam penggambaran Snouck Hurgronje, Syekh Nawawi adalah orang yang
rendah hati. Dia memang menerima cium tangan dari hampir semua orang di Mekah,
khususnyan orang Jawa, tapi itu hanya sebagai penghormatan kepada ilmu. Kalau
ada orang yang meminta nasihatnya di bidang fikih, dia tidak pernah menolaknya.
Snouck Hurgronje pernah menanyakan, mengapa dia tidak mengajar di
Masjid al-Haram, Syekh Nawawi menjawab bahwa pakaiannya yang jelek dan
kepribadiannya yang tidak cocok dengan kemulian seorang profesor berbangsa
Arab. Sesudah itu Snouck mengatakan bahwa banyak orang yang tidak
berpengetahuan tidak sedalam dia, toh mengajar di sana juga. Nawawi menjawab,
“Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk
itu”.(Lihat, Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia, h.
117-122)
Pada tahun 1860-1970, Nawawi mulai aktif memberi pengajaran. Tapi
itu dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang, sebab antara tahun-tahun
tersebut ia sudah sibuk menulis buku-buku. Di antara murid-muridnya yang
berasal dari Indonesia adalah:
- KH Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama KH Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
- KH Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
- KH Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.
- KH Asy’ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syekh Nawawi dinikahkan dengan putrinya, Nyi Maryam.
- KH Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantunya (cucu).
- KH Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di Banten).
- KH Ilyas, Kragilan, Serang.
- KH Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.
- KH Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.
- KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang kemudian dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara, karena peristiwa Geger Cilegon.
Mata pelajaran yang diajarkan Nawawi meliputi Fikih, Ilmu Kalam,
Tasawuf/Akhlak, Tafsir, dan Bahasa Arab.
Karya-karyanya
Setelah tahun 1870 Nawawi memusatkan kegiatannya hanya untuk
mengarang. Dan boleh dikata, Nawawi adalah penulis yang subur, kurang lebih
dari 80 kitab yang dikarangnya. Tulisan-tulisannya meliputi karya pendek,
berupa berbagai pedoman ibadah praktis, sampai tafsir al-Qur’an – sebagian
besarnya merupakan syarah kitab-kitab para pengarang besar terdahulu.
Berikut contoh beberapa karya Nawawi, mulai dari fikih, tafsir,
sampai bahasa Arab, yang kita kutip dari H Rafiuddin (Sejarah Hidup dan
Silsilah al-Syeikh Kyai Muhammad Nawawi Tanari, 1399 H):
- Sulam al-Munajah, syarah atas kitab Safinah ash-Shalah, karya Abdullah ibn Umar al-Hadrami.
- Al-Tsimar al-Yaniat fi riyadl al-Badi’ah, syarah atas kitab Al-Riyadl al-Badi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dhu furu’usy Sar’iyyah ’ala Imam asy-Syafi’i karya Syekh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
- Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Jawazain, kitab fikih mengenai hak dan kewajiban suami-istri
- Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadiin, syarah atas kitab Qurratul ’aini bi muhimmati ad-din, karya Zainuddin Abdul Aziz al-Maliburi.
- Bahjat al-Wasil bi Syarhil Masil, syarah atas kitab Ar-Rasail al-Jami’ah Baina Ushul ad-Din wal-Fiqh wat-Tasawuf, karya Sayid Ahmad ibn Zein al-Habsyi.
- Qut al-Habib al-Ghaib, Hasyiyah atas syarah Fathul Gharib al-Mujib karya Muhammad ibn Qasyim al-Syafi’i.
- Asy-Syu’ba al-Imaniyyat, ringkasan atas dua kitab yaitu Niqayyah karya al-Sayuthi dan al-Futuhat al-Makiyyah karya Syekh Muhammad ibn Ali.
- Marraqiyyul ’Ubudiyyat, syarah atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu hamid ibn Muhammad al-Ghazali .
- Tanqih al-Qaul al-Hadits, syarah atas kitab Lubab al-Hadits karya al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi.
- Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, juga dikenal sebagai Tafsir Munir.
- Qami’al Thughyan, syarah atas Syu’ub al Iman, karya Syekh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad al-Malibari.
- Salalim al-Fudlala, ringkasan/risalah terhadap kitab Hidayatul Azkiya ila Thariqil Awliya, karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari.
- Nasaih al-Ibad, syarah atas kitab Masa’il Abi Laits, karya Imam Abi Laits.
- Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq, syarah dari Sulam at-Taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi.
- Kasyifatus Saja, syarah atas kitab Syafinah an-Najah, karya Syekh Salim ibn Sumair al-Hadrami.
Dalam pada itu, YA Sarkis menyebut 38 karya Nawawi yang penting,
yang sebagiannya diterbitkan di Mesir. Misalnya Murah Labib, yang juga dikenal
sebagai Tafsir Munir.
Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di
Mesir (Dhofier, 86):
- Syarah al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
- Lubab al-Bayan (1884).
- Dhariyat al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syekh sanusi, terbit tahun 1886.
- Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya ad-Durr al-Farid, karya Syekh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
- Dua jilid komentar tentang syair maulid karya al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
- Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan al-Barzanji.
- Syarah tentang syair Asmaul Husna.
- Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
- Syarah Suluk al-Jiddah (1883)
- Syarah Sullam al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
- Tafsir Murah Labib.
Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya
menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau
sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan.
Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak
beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo,
Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana
diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan
perdebatannya dengan ulama al-Azhar.
Di Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan lembaga-lembaga
pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syekh Nawawi tentu saja sangat
terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa,
selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai
pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi,
tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri.
Beberapa karya ilmiah tentang Syekh Nawawi yang ditulis sarjana
kita antara lain:
- Ahmad Asnawi, Pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani tentang Af’al al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
- Ahmad Asnawi, Penafsiran Syekh Muhammad nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
- Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syeikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
- MA Tihami, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
- Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi al-Bantani’s Salalim al-Fudhala, (Tesis Mgister McGill University, Kanada, 1992).
- Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi al-Fiqh al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).
Nawawi dan Polotik Kolonialisme
Syekh Nawawi memang tidak seaktif Syekh Nahrawi yang menyerukan
jihad dalam menghadapi kekuasaan asing di Nusantara. Toh dia merasa bersyukur
juga ketika mendengar betapa Belanda menghadapi banyak kesulitan di Aceh. Dalam
pembicaraannya dengan Snouck Hurgronje, dia tidak menyetujui pendapat bahwa
tanah Jawa harus diperintah oleh orang Eropa.
“Andaikata Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali, atau
andaikata sebuah negara Islam independen akan didirikan di sana, pasti dia akan
betul-betul merupakan kegiatan suatu kelompok orang fanatik yang tidak
teratur,” kata Hurgronje, yang pernah menetap selama enam bulan di Mekah (dalam
penyamaran), 1884-1885. Tak heran, jika ia memandang pemberontakan petani di
Cilegon (1888) yang dipimpin KH Wasid, sebagai jihad yang diperintahkan.(suryana
sudrajat dan abdul malik/artikel ini juga bisa dibaca di buku Jejak Ulama
Banten, dari Syekh Nawawi Hingga Abuya Dimyati, penerbit Humas Setda Provinsi
Banten, 2004)
Sumber & Materi referensi :
http://bantencorner.wordpress.com/2008/01/09/syekh-nawawi-al-bantani/
TERJEMAH
MATAN SAFIINATUN NAJAAH
Dasar-Dasar Fiqih Madzhab Syafi'i
MATAN SAFIINATUN NAJAAH
Dasar-Dasar Fiqih Madzhab Syafi'i
KEHEBATAN KITAB SAFINATUN NAJA
BIOGRAFI PENULIS
Penulis kitab safinah adalah seorang ulama besar yang sangat
terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami.
Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain
itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar,
seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliav juga seorang
politikus dan pengamat militer negaranegara Islam. Beliau dilahirkan di desa
Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai
pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keagamaan.
Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim memulai
pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah pengawasan ayahandanya yang
juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam
waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang
Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih hasil yang baik dan prestasi yang
tinggi. Beliau juga mempelajari bidang-bidang lainnya seperti halnya ilmu
bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik
militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang
sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman. Tercatat di
antara nama-nama gurunya adalah:
- Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair
- Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan
Setelah mendalami berbagai ilmu agama, di hadapan para ulama dan
para gurunya yang terkemuka, beliau memulai langkah dakwahnya dengan berprofesi
sebagai Syekh Al Qur'an. Di desanya, pagi dan sore, tak henti-hentinya beliau
mengajar para santrinya dan karena keikhlasan serta kesabarannya, maka beliau
berhasil mencetak para ulama ahli Al-Qur'an di zamannya. Beberapa tahun
berikutnya para santri semakin bertambah banyak, mereka berdatangan dari luar
kota dan daerah-daerah yang jauh sehingga beliau merasa perlu untuk menambah
bidang-bidang ilmu yang hendak diajarkannya seperti: ilmu bahasa arab, ilmu
fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam.
Syekh Salim telah berhasil mencetak para ulama yang terkemuka di zamannya,
tercatat di antara mereka adalah:
- Habib Abdullah bin Toha Al-Haddar Al-Haddad.
- Syekh Al Faqih Ali bin Umar Baghuzah.
Selain sebagai seorang pendidik yang hebat, Syekh Salim juga
seorang pengamat politik Islam yang sangat disegani, beliau banyak memiliki
gagasan dan sumbangan pemikiran yang menjembatani persatuan umat Islam dan
membangkitkan mereka dari ketertinggalan. Di samping itu beliau juga banyak
memberikan dorongan kepada umat Islam agar melawan para penjajah yang ingin
merebut daerah-daerah Islam.
Pada suatu ketika Syekh Salim diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang
terletak di daerah Yaman agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat
itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut.
Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian
mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan. Dalam masa
pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh
dengan cara-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan mereka,
bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif
kepada mereka.
Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim diangkat menjadi penasehat
khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh
dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada
tahun-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan
cenderung meremehkan dan menghina, kondisi tersebut semakin memburuk karena
tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya
hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian
tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim
memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi yang kurang kondusif
akhirnya beliau meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India.
Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu
berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau
Jakarta.
Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi
perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar
secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk
menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim
mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari
beliau menghadiri majlismajlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan
posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat
tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya.
Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi
budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada
para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat
pemerintah Belanda. Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab
kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar
yang menarik terhadap tokoh kita ini.
Dalam beberapa alenia dia menceritakan perbedaan pandangan dan
pendirian yang terjadi antara dua orang ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin
Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah menjadi perdebatan di kalangan
umum. Pada saat itu, tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian
Sayyid Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda. Sayyid
Usman bin Yah_ya sendiri pada waktu itu, sebagai Mufti Batavia yang diangkat
dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha menjernbatani jurang
pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah Belanda, sehingga beliau
merasa perlu untuk mengambil hati para pejabatnya.
Oleh karena itu, beliau memberikan fatwa-fatwa hukum yang
seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian
menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang
beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Entah
bagaimana penyelesaian yang terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut
cukup kuat untuk menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh
Salim bin Sumair yang sangat anti dengan pemerintahan yang dholim, apalagi
para penjajah dari kaum kuffar.
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai
kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak berdzikir
kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al Qur'an.
Salah satu temannya yaitu Syekh Ahmad Al-Hadhrawi dari Mekkah mengatakan:
"Aku pernah melihat dan mendengar Syekh Salim menghatamkan Al Qur'an hanya
dalam keadaan Thawaf di Ka'bah". Syekh Salim meninggal dunia di Batavia
pada tahun 1271 H (1855 M).
Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya Kitab
Safinah yaitu kitab yang sudah kita terjemahkan ini. Al-Fawaid AI-Jaliyyah.
Sebuah kitab yang mengecam sistem perbankan konfensional dalam kaca mata
syari'at
Sekilas Tentang Kitab Safinah
Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima
Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari
kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya
akan tetapi sangatlah besar manfaatnya. Di setiap kampung, kota dan negara
hampir semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkannya, baik secara
individu maupun kolektif. Di berbagai negara, kitab ini dapat diperoleh dengan
mudah di berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri maupun para ulama
sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama.Hal ini terjadi karena
beberapa faktor, di antaranya:
- Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasardasar syari'at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.
- Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki kemauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.
- Kitab ini ditulis oleh seorang ulama yang terkemuka dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, terutama fiqh dan tasawwuf. Yang sangat menarik, orang lebih mengenal nama kitabnya dari pada nama penulisnya. Hal yang demikian itu mungkin saja berkat keikhlasan dan ketulusan penulis.
- Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar agama bagi para pemula. Di Hadramaut Yaman, Madinah, Mekkah dan kota lainnya,para ulama me
- Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi kebutuhan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu untuk mempelajarinya.
- Kitab Safinah ini dengan izin Allah SWT. dan atas kehendak-Nya telah tersebar secara luas di kalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut Madzhab Imam Syafi'i ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab maupun Ajam seperti Yaman, Mekkah, Madinah, Jeddah, Somalia, Ethiopia, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai belahan negara-negara Afrika.Namun demikian perhatian yang paling besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu, yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara lainnya.
- Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan lainnya.
Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah
berkhidmah (mengabdi) kepada kitab Safinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian
mereka masing-masing. Banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku penjelasan)
kitab Safinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah:
- Kitab Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan dengan syarah kitab safinah). Kitab syarah ini adalah yang terbesar dan terluas dari yang lainnya, dipenuhi dengan masalah-masalah fiqih yang pokok dan mendasar. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama dari Jawa Barat yaitu Syekh Nawawi Banten. Beliau dilahirkan pada tahun 1230 H (1815M) dan berangkat ke Mekkah untuk mencari ilmu ketika masih kecil. Setelah mendalami ilmu agama, di kota suci Mekkah, beliau juga belajar dari para ulama di kota suci Madinah, Syiria, dan Mesir. Beliau mengajar di Masjidil Haram Mekkah selama puluhan tahun sampai meninggal dunia pada tahun 1314 H (1897 M)
- Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah (Permata yang mahal dalam keterangan safinah). Kitab ini sangat penting untuk dimiliki oleh para pecinta ilmu, karena dilengkapi dengan dalil-dalil yang bersumber dari AlQur'an dan Hadis Nabsaw. Kitab ini ditulis oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Al-Hadrawi, seorang ulama dari Mekkah. Kitab ini ditulis pada awalnya di kota Musowwi' Ethiopia, atas petunjuk gurunya yaitu Syekh Muhammad Asy-Syadzili Maroko dan diselesaikan di kota Thaif. Penulis syarah ini dilahirkan di Iskandariah Mesir pada tahun 1252 H (1837 M) dan meninggal dunia di Mekkah pada tahun 1327 H (1909 M).
- Kitab Nailur Raja Syarah Safinah Naja (Meraih harapan dengan syarah safinah), Syarah ini sangat dipenuhi dengan ilmu, hampir menjadi kebutuhan setiap pengajar yang akan menerangkan kitab Safinah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar dari Hadramaut Yaman, yaitu Sayyid Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syatiri. Beliali dilahirkan di kota Tarim Hadramaut pada tahun 1312 H (1895 M), dan di sana pula beliau mempelajari ilmu agama sehingga tumbuh berkembang menjadi ulama yang terkemuka. Beliau sangat dicintai gurunya yaitu Syaikhul Islam, Sayyid Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, ulama besar di zamannya. Penulis syarah in' meninggal dunia pada usia yang masih muda, yaitu sebelum beliau berumur 50 tahun.
- Kitab Nasiimul Hayah Syarah Safinall Najah. Syarah ini hampir sama dengan syarah yang ditulis oleh Syekh Nawawi Banten, tetapi memiliki tambahan dengan banyaknya dalil dan perincian yang teliti. Kitab ini ditulis oleh Syekh Al-Faqih Al-Qodhi Abdullah bin Awad bin Mubarok Bukair, seorang ulama kenamaan yang ahli dalam bidang fiqih di Hadramaut Yaman. Beliau dilahirkan di desa Ghail Bawazir tahun 1314 H (1897 M). Sejak kecil beliau sangat gemar mendalami ilmu syari'at dari berbagai ulama di antaranya adalah Al-Imam Habib All bin Muhammad Al-Habsyi, Syekh Umar bin Mubarok Badubbah, Syekh Umar bin Salim Bawazir dan lain-lain. Setelah tersebar keilmuannya, beliau menjadi qodhi di Mukalla sejak tahun 1351 H (1933 M) sampai tahun 1386 H (1967 M). Syekh Abdullah meninggal dunia pada tahun 1399 H (1979 M) di kota Mukalla setelah memberikan pengabdiannya yang tulus kepada umat Islam
- Kitab Innarotut tDuja Bitanlwiril Hija Syarah Safinah Naja. Salah satu syarah yang sangat otentik dan terpercaya karena dipenLthi dengan argumentasi dari Al-Qur'an dan had's. Yang unik, syarah ini ditulis oleh salah satu ulama dari Madzhab Maliki yaitu Syekh Muhammad bin Ali bin Husein Al-Maliki, seorang ulama yang sangat ahli dalam berbagai ilmu agama, Beliau juga sangat terpandang dalam bidang ilmu bahasa dan sastra Arab. Beliau dilahirkan di Mekkah tahun 1287 H 0 870 M) dan meninggal dunia tahun 1368 H (1949 M). Puncak kemasyhurannya adalah ketika beliau diangkat sebagai Mufti Madzhab Maliki di kota suci Mekkah A1-Mukarromah. Tokoh kita ini juga sangat produktif, koleksi karyanya lebih dari 30 kitab, di antaranya adalah syarah safinah tersebut.
Dari kalangan para ulama ada pula yang tertarik menjadikan kitab
safinah ini dalam bentuk syair-syair yang digubah dengan mudah dan indah,
tercatat di antara nama-nama mereka adalah:
- Sayyid Habib Abdullah bin All bin Hasan AI-Haddad.
- Sayyid Habib Muhammad bin Ahmad bin Alawy Ba~agil.
- Kyai Syekh Shiddiq bin Abdullah, Lasem.
- Syekh Muharnrnad bin All Zakin Bahanan.
- Sayyid Habib Ahmad Masyhur bin Thoha Al-Haddad.
Dari tulisan di atas, kiranya kita telah mampu memahami betapa
penting kitab safinah ini, untuk menjadi pijakan bag] para pemula dalam
mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu safinah yang berarti
"perahu" dia akan menyelamatkan para pecintanya dari gelombang
kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT. Amin.
Dikutip Dari :TERJEMAHAN KITAB SYFINATUNNAJAH, Fiqh Ibadah Praktis
Dan Mudah Terjemahan Dan Penjelasan
Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan
Januari 9, 2008,
4:23 am
PENGHULU PARA ULAMA
Sayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang disandangnya. Sayid adalah
penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi sekarang, yang di dalamnya termasuk
Mekah dan Madinah. Dialah Syekh Muhammad Nawawi, yang lebih dikenal orang Mekah
sebagai Nawawi al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi seperti tercantum dalam
kitab-kitabnya.
Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan
sebutan al-Jawi mengindikasikan musalnya yang Jawah, sebutan untuk para
pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal. Kalangan
pesantren sekarang menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh al-Fakih itu
sebagai Nawawi Banten.
Muhammad Nawawi lahir pada 1230 H (1815 M) di Tanara, sekitar 25 km
arah utara Kota Serang. Ayahnya, Umar ibnu Arabi, adalah penghulu setempat. Ia
sendiri yang mengajar putra-putranya (Nawawi, Tamim, dan Ahmad) pengetahuan
dasar bahasa Arab, Fikih, dan Tafsir.
Kemudian mereka melanjutkan pelajaran ke Kiai Sahal, masih di
Banten, dan setelah itu mesantren ke Purwakarta, Jawa Barat, kepada Kiai Yusuf
yang banyak santrinya dari seluruh Jawa. Masih remaja ketika mereka menunaikan
ibadah haji, Nawawi baru berusia 15 tahun, dan tinggal selama tiga tahun di
mekah. Tapi, kehidupan intelektual Kota Suci itu rupanya mengiang-ngiang dalam
diri si sulung, sehingga tidak lama setelah tiba di Banten ia mohon
dikembalikan lagi ke Mekah. Dan di sanalah ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia
wafat pada 25 Syawwal 1314 H/1897 M. Kabar lain menyebutkan kembalinya ke Tanah
Suci, setelah setahun di Tanara meneruskan pengajaran ayahnya, disebabkan
situasi politik yang tidak menguntungkan. Agaknya keduanya benar.
Di Mekah, selama 30 tahun Nawawi belajar pada ulama-ulama terkenal
seperti Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan
Abdul Hamid Daghestani, selain pada Khatib Sambas, pemimpin tarekat Qadiriah,
penulis kitab Fathul Arifin, bacaan pengamal tarekat di Asia Tenggara.
Samba juga merupakan guru tokoh di balik pemberontakan petani Banten (1888), KH
Abdul Karim alias Kiai Agung, yang menjelang ajal sang guru dipanggil kembali
ke Mekah untuk menggantikan kedudukannya.
Dalam penggambaran Snouck Hurgronje, Syekh Nawawi adalah orang yang
rendah hati. Dia memang menerima cium tangan dari hampir semua orang di Mekah,
khususnyan orang Jawa, tapi itu hanya sebagai penghormatan kepada ilmu. Kalau
ada orang yang meminta nasihatnya di bidang fikih, dia tidak pernah menolaknya.
Snouck Hurgronje pernah menanyakan, mengapa dia tidak mengajar di
Masjid al-Haram, Syekh Nawawi menjawab bahwa pakaiannya yang jelek dan
kepribadiannya yang tidak cocok dengan kemulian seorang profesor berbangsa
Arab. Sesudah itu Snouck mengatakan bahwa banyak orang yang tidak
berpengetahuan tidak sedalam dia, toh mengajar di sana juga. Nawawi menjawab,
“Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk
itu”.(Lihat, Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia, h.
117-122)
Pada tahun 1860-1970, Nawawi mulai aktif memberi pengajaran. Tapi
itu dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang, sebab antara tahun-tahun
tersebut ia sudah sibuk menulis buku-buku. Di antara murid-muridnya yang
berasal dari Indonesia adalah:
- KH Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama KH Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
- KH Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
- KH Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.
- KH Asy’ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syekh Nawawi dinikahkan dengan putrinya, Nyi Maryam.
- KH Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantunya (cucu).
- KH Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di Banten).
- KH Ilyas, Kragilan, Serang.
- KH Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.
- KH Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.
- KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang kemudian dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara, karena peristiwa Geger Cilegon.
Mata pelajaran yang diajarkan Nawawi meliputi Fikih, Ilmu Kalam,
Tasawuf/Akhlak, Tafsir, dan Bahasa Arab.
Karya-karyanya
Setelah tahun 1870 Nawawi memusatkan kegiatannya hanya untuk
mengarang. Dan boleh dikata, Nawawi adalah penulis yang subur, kurang lebih
dari 80 kitab yang dikarangnya. Tulisan-tulisannya meliputi karya pendek,
berupa berbagai pedoman ibadah praktis, sampai tafsir al-Qur’an – sebagian
besarnya merupakan syarah kitab-kitab para pengarang besar terdahulu.
Berikut contoh beberapa karya Nawawi, mulai dari fikih, tafsir,
sampai bahasa Arab, yang kita kutip dari H Rafiuddin (Sejarah Hidup dan
Silsilah al-Syeikh Kyai Muhammad Nawawi Tanari, 1399 H):
- Sulam al-Munajah, syarah atas kitab Safinah ash-Shalah, karya Abdullah ibn Umar al-Hadrami.
- Al-Tsimar al-Yaniat fi riyadl al-Badi’ah, syarah atas kitab Al-Riyadl al-Badi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dhu furu’usy Sar’iyyah ’ala Imam asy-Syafi’i karya Syekh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
- Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Jawazain, kitab fikih mengenai hak dan kewajiban suami-istri
- Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadiin, syarah atas kitab Qurratul ’aini bi muhimmati ad-din, karya Zainuddin Abdul Aziz al-Maliburi.
- Bahjat al-Wasil bi Syarhil Masil, syarah atas kitab Ar-Rasail al-Jami’ah Baina Ushul ad-Din wal-Fiqh wat-Tasawuf, karya Sayid Ahmad ibn Zein al-Habsyi.
- Qut al-Habib al-Ghaib, Hasyiyah atas syarah Fathul Gharib al-Mujib karya Muhammad ibn Qasyim al-Syafi’i.
- Asy-Syu’ba al-Imaniyyat, ringkasan atas dua kitab yaitu Niqayyah karya al-Sayuthi dan al-Futuhat al-Makiyyah karya Syekh Muhammad ibn Ali.
- Marraqiyyul ’Ubudiyyat, syarah atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu hamid ibn Muhammad al-Ghazali .
- Tanqih al-Qaul al-Hadits, syarah atas kitab Lubab al-Hadits karya al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi.
- Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, juga dikenal sebagai Tafsir Munir.
- Qami’al Thughyan, syarah atas Syu’ub al Iman, karya Syekh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad al-Malibari.
- Salalim al-Fudlala, ringkasan/risalah terhadap kitab Hidayatul Azkiya ila Thariqil Awliya, karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari.
- Nasaih al-Ibad, syarah atas kitab Masa’il Abi Laits, karya Imam Abi Laits.
- Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq, syarah dari Sulam at-Taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi.
- Kasyifatus Saja, syarah atas kitab Syafinah an-Najah, karya Syekh Salim ibn Sumair al-Hadrami.
Dalam pada itu, YA Sarkis menyebut 38 karya Nawawi yang penting,
yang sebagiannya diterbitkan di Mesir. Misalnya Murah Labib, yang juga dikenal
sebagai Tafsir Munir.
Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di
Mesir (Dhofier, 86):
- Syarah al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
- Lubab al-Bayan (1884).
- Dhariyat al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syekh sanusi, terbit tahun 1886.
- Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya ad-Durr al-Farid, karya Syekh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
- Dua jilid komentar tentang syair maulid karya al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
- Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan al-Barzanji.
- Syarah tentang syair Asmaul Husna.
- Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
- Syarah Suluk al-Jiddah (1883)
- Syarah Sullam al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
- Tafsir Murah Labib.
Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya
menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau
sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan.
Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak
beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo,
Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana
diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan
perdebatannya dengan ulama al-Azhar.
Di Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan lembaga-lembaga
pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syekh Nawawi tentu saja sangat
terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa,
selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai
pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi,
tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri.
Beberapa karya ilmiah tentang Syekh Nawawi yang ditulis sarjana
kita antara lain:
- Ahmad Asnawi, Pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani tentang Af’al al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
- Ahmad Asnawi, Penafsiran Syekh Muhammad nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
- Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syeikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
- MA Tihami, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
- Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi al-Bantani’s Salalim al-Fudhala, (Tesis Mgister McGill University, Kanada, 1992).
- Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi al-Fiqh al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).
Nawawi dan Polotik Kolonialisme
Syekh Nawawi memang tidak seaktif Syekh Nahrawi yang menyerukan
jihad dalam menghadapi kekuasaan asing di Nusantara. Toh dia merasa bersyukur
juga ketika mendengar betapa Belanda menghadapi banyak kesulitan di Aceh. Dalam
pembicaraannya dengan Snouck Hurgronje, dia tidak menyetujui pendapat bahwa
tanah Jawa harus diperintah oleh orang Eropa.
“Andaikata Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali, atau
andaikata sebuah negara Islam independen akan didirikan di sana, pasti dia akan
betul-betul merupakan kegiatan suatu kelompok orang fanatik yang tidak
teratur,” kata Hurgronje, yang pernah menetap selama enam bulan di Mekah (dalam
penyamaran), 1884-1885. Tak heran, jika ia memandang pemberontakan petani di
Cilegon (1888) yang dipimpin KH Wasid, sebagai jihad yang diperintahkan.(suryana
sudrajat dan abdul malik/artikel ini juga bisa dibaca di buku Jejak Ulama
Banten, dari Syekh Nawawi Hingga Abuya Dimyati, penerbit Humas Setda Provinsi
Banten, 2004)
Sumber & Materi referensi :
http://bantencorner.wordpress.com/2008/01/09/syekh-nawawi-al-bantani/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar